1000 list mindset orang miskin part 1
🔴 KATEGORI 1: MINDSET TERHADAP UANG
-
Uang adalah sumber kejahatan.
-
Kaya itu identik dengan korup.
-
Lebih baik cukup asal bahagia, daripada kaya tapi stres.
-
Gaji kecil disyukuri saja, tidak usah menuntut lebih.
-
Uang cepat habis, jadi lebih baik langsung dihabiskan.
-
Investasi itu hanya untuk orang kaya.
-
Ngapain punya tabungan kalau belum tentu hidup besok?
-
Uang tidak bisa dibawa mati.
-
Kerja keras pasti membuat kaya (tanpa strategi).
-
Uang akan datang sendiri kalau rajin ibadah.
-
Kaya itu takdir, bukan usaha.
-
Orang kaya pelit, saya tidak mau jadi seperti itu.
-
Saya miskin karena orang tua saya juga miskin.
-
Uang bikin orang berubah.
-
Duit dari usaha haram cepat kaya.
🔴 KATEGORI 2: MINDSET TERHADAP PEKERJAAN
-
Kerja ya asal ada aja.
-
Asal punya kerja tetap, udah aman.
-
Gaji kecil tapi dekat rumah itu udah cukup.
-
Nggak usah pindah kerja, nanti mulai dari nol.
-
Takut mencoba pekerjaan baru karena malu gagal.
-
Nggak berani belajar skill baru karena usia.
-
Mending kerja kasar tapi halal, daripada belajar digital.
-
Takut naik jabatan karena tanggung jawab besar.
-
Tidak ingin punya usaha karena takut rugi.
-
Kerja keras siang malam demi gaji pas-pasan.
-
Takut berjualan karena merasa tidak cocok.
-
Tidak mau kerja online karena gaptek.
-
Tidak percaya diri dengan ide bisnis sendiri.
-
Lebih memilih jadi bawahan seumur hidup.
-
Merasa tidak pantas jadi pemimpin.
🔴 KATEGORI 3: MINDSET TERHADAP WAKTU
-
Santai aja, nanti juga ada rezekinya.
-
Nonton TV lebih penting daripada belajar.
-
Tidur siang adalah kemewahan hidup.
-
Besok aja deh, hari ini pengen rebahan.
-
Terlalu capek buat belajar hal baru.
-
Membuang waktu untuk hal yang tidak produktif.
-
Tidak punya jadwal harian yang jelas.
-
Tidak menghargai waktu orang lain.
-
Tidak tahu apa yang mau dicapai dalam 5 tahun ke depan.
-
Tidak membuat target finansial tahunan.
🔴 KATEGORI 4: MINDSET TERHADAP PENDIDIKAN
-
Sekolah tinggi itu buang-buang uang.
-
Ilmu itu tidak penting, yang penting relasi.
-
Orang bodoh asal punya modal, bisa sukses.
-
Belajar itu buat anak sekolah, bukan orang tua.
-
Ngapain kursus, ujung-ujungnya tetap nganggur.
-
Tidak mau ikut pelatihan gratis.
-
Merasa ilmu tidak bisa mengubah nasib.
-
Tidak punya semangat membaca atau riset.
-
Tidak menganggap literasi keuangan itu penting.
-
Tidak mau belajar dari orang sukses.
🔴 KATEGORI 5: MINDSET SOSIAL DAN LINGKUNGAN
-
Takut dianggap sok sukses.
-
Lebih nyaman berada di zona "sesama susah".
-
Menertawakan orang yang mulai usaha.
-
Meremehkan orang yang belajar hal baru.
-
Menganggap orang sukses itu sombong.
-
Takut dicap "gila kerja".
-
Lebih percaya gosip daripada data.
-
Takut meninggalkan lingkungan toxic.
-
Malu dianggap ambisius.
-
Tidak ingin terlihat berbeda dari teman sekitar.
🔴 KATEGORI 6: MINDSET TENTANG UTANG DAN KONSUMSI
-
Gengsi lebih penting daripada kondisi.
-
Beli barang mahal untuk pamer, walau lewat utang.
-
Kredit motor/mobil demi tampil sukses.
-
Beli HP mahal padahal penghasilan pas-pasan.
-
Lebih memilih cicilan daripada menabung dulu.
-
Gaji langsung habis buat bayar cicilan.
-
Punya kartu kredit bukan untuk kebutuhan, tapi gaya hidup.
-
Ngutang ke banyak teman tanpa niat bayar.
-
Merasa utang itu biasa, semua orang juga begitu.
-
Tidak tahu total utang pribadi.
-
Tidak pernah mencatat pengeluaran bulanan.
-
Belanja karena emosi, bukan kebutuhan.
-
Tidak bisa membedakan "butuh" dan "ingin".
-
Lebih suka diskon daripada kualitas.
-
Merasa berhak foya-foya setelah kerja keras.
-
Mengandalkan pinjol untuk kebutuhan bulanan.
-
Nggak mau repot nyari harga termurah.
-
Tidak sadar efek bunga majemuk dari utang.
-
Mengira hidup berhemat itu menyiksa.
-
Merasa malu bawa bekal, lebih baik jajan mahal.
🔴 KATEGORI 7: MINDSET TENTANG INVESTASI DAN RISIKO
-
Investasi itu penipuan.
-
Saham dan crypto itu judi.
-
Lebih baik simpan uang di bawah bantal.
-
Takut kehilangan uang jadi nggak berani investasi.
-
Tidak ngerti investasi, jadi memilih diam.
-
Nggak mau belajar investasi, takut ribet.
-
Merasa terlalu tua untuk mulai.
-
Percaya orang lain investasikan uangnya tanpa riset.
-
Investasi harus untung besar, kalau nggak, buang waktu.
-
Takut ditipu karena pengalaman orang lain.
-
Lebih pilih emas fisik daripada instrumen lain karena 'katanya aman'.
-
Tidak punya rencana pensiun/investasi jangka panjang.
-
Takut rugi padahal belum coba.
-
Tidak mempelajari resiko sebelum terjun.
-
Asal ikut tren tanpa paham.
-
Gagal sekali, kapok seumur hidup.
-
Fokus ke return besar, bukan pengelolaan risiko.
-
Anggap reksa dana itu cuma buat orang kaya.
-
Tidak tahu bedanya investasi dan spekulasi.
-
Menolak semua bentuk investasi karena “trauma”.
🔴 KATEGORI 8: MINDSET TERHADAP TEKNOLOGI DAN PERKEMBANGAN ZAMAN
-
Teknologi itu cuma buat anak muda.
-
Belajar komputer itu buang waktu.
-
Gaptek dan bangga.
-
Takut pakai aplikasi keuangan karena ribet.
-
Tidak percaya uang digital.
-
Takut ditipu online, jadi pilih cash terus.
-
Menolak belajar tools digital gratis (Google Drive, Canva, dll).
-
Tidak pernah upgrade skill digital.
-
Merasa internet hanya buat hiburan.
-
Tidak mau buat akun email pribadi.
-
Tidak percaya pada pekerjaan remote/online.
-
Menganggap media sosial hanya buat orang terkenal.
-
Merasa jualan online tidak punya masa depan.
-
Tidak tahu cara menggunakan marketplace.
-
Takut memulai channel YouTube atau TikTok karena malu.
-
Tidak bisa membedakan informasi hoax vs fakta online.
-
Percaya mitos online tanpa validasi.
-
Menolak e-wallet padahal sering bayar online.
-
Tidak memanfaatkan kursus online gratis.
-
Tidak punya keinginan upgrade gadget buat produktivitas.
🔴 KATEGORI 9: MINDSET RELIGIUS YANG DISALAHARTIKAN
-
Pasrah saja, rezeki sudah ada yang ngatur.
-
Kalau miskin di dunia, insyaAllah kaya di akhirat.
-
Orang kaya pasti lupa diri.
-
Berjuang cari uang berlebihan bisa dianggap kufur nikmat.
-
Kaya itu ujian, mending nggak usah kaya.
-
Rezeki nggak akan ketukar, jadi nggak perlu usaha keras.
-
Lebih baik fakir tapi beriman.
-
Islam melarang kekayaan dunia (padahal tidak).
-
Takut berdosa kalau punya uang banyak.
-
Semua orang sukses pasti bermain kotor.
-
Menganggap zikir lebih penting dari mencari ilmu dunia.
-
Mengandalkan sedekah untuk balik modal instan.
-
Menggunakan agama sebagai pembenaran untuk malas.
-
Berpikir "susah adalah bentuk kasih sayang Tuhan".
-
Miskin adalah bentuk kerendahan hati.
-
Semua yang terjadi pasti takdir, bukan karena keputusan pribadi.
-
Mengharapkan mukjizat tanpa usaha.
-
Tidak mau menuntut ilmu karena “ilmu akhirat saja cukup”.
-
Menganggap kaya sebagai sumber fitnah.
-
Menolak kerja keras karena menganggap dunia hanya sebentar.
🔴 KATEGORI 10: MINDSET TENTANG KESEHATAN DAN POLA HIDUP
-
Kalau sakit ya takdir, bukan karena gaya hidup.
-
Tidak mau periksa ke dokter karena takut keluar uang.
-
Makan apa aja yang penting kenyang.
-
Tidak peduli gizi anak karena 'yang penting makan'.
-
Menganggap olahraga itu buang waktu.
-
Merokok terus meski ekonomi mepet.
-
Tidak percaya pentingnya tidur cukup.
-
Mengabaikan stres dan mental health.
-
Takut ke rumah sakit karena takut “diketahui sakit”.
-
Mengandalkan jamu atau mitos tanpa tahu dosis.
-
Malas masak sehat, lebih memilih gorengan murah.
-
Tidak mau diet karena merasa "rezeki jangan ditolak".
-
Menolak ikut BPJS karena merasa sehat terus.
-
Berpikir sehat itu mahal.
-
Tidak mempersiapkan dana darurat kesehatan.
-
Tidak tahu pentingnya air putih dan minum manis terus.
-
Tidak tahu pentingnya kesehatan gigi dan mata.
-
Menganggap vitamin itu hanya buat orang kaya.
-
Tidak belajar soal penyakit genetik atau preventif.
-
Tidak menganggap penting sanitasi dan kebersihan pribadi.
🔴 KATEGORI 11: MINDSET DIGITAL DAN KESEMPATAN ERA INTERNET
-
“Internet cuma buat hiburan.”
-
Takut jualan online karena malu diejek teman.
-
Malas buat akun media sosial profesional.
-
Tidak tahu pentingnya personal branding.
-
Menganggap freelance online hanya buang waktu.
-
Takut ditolak klien, jadi tidak pernah coba.
-
Tidak belajar dari tutorial YouTube gratis.
-
Tidak tahu pentingnya portofolio digital.
-
Tidak pernah bikin akun LinkedIn.
-
Tidak mencoba daftar kerja remote.
-
Merasa internet adalah tempat penipuan semua.
-
Tidak tahu cara kirim CV lewat email.
-
Menolak belajar edit video/presentasi karena merasa gaptek.
-
Tidak percaya bisa menghasilkan dari skill menulis, desain, dll.
-
Tidak mencoba monetisasi konten.
-
Tidak mau belajar SEO, digital marketing, padahal bisa gratis.
-
Tidak ikut komunitas online yang bisa menambah relasi.
-
Tidak menganggap penting blog, website, landing page.
-
Tidak tahu cara daftar ke platform freelance seperti Fiverr, Upwork.
-
Mengira jadi content creator itu cuma untuk orang terkenal.
🔴 KATEGORI 12: MINDSET TENTANG KELUARGA, ANAK, DAN WARISAN POLA PIKIR
(181–240)
-
Saya miskin, jadi anak saya juga harus terbiasa hidup susah.
-
Tidak perlu pendidikan tinggi, yang penting bisa bantu orang tua.
-
Anak harus nurut meski tidak diberi contoh yang baik.
-
Gak perlu ngasih les tambahan, mahal.
-
Pendidikan itu cuma buat anak pintar.
-
Anak jangan diajar kaya, nanti besar kepala.
-
Gak bisa kasih warisan, warisan mentalitas susah pun gak apa-apa.
-
Nggak apa-apa anak kerja dari kecil, yang penting bantu ekonomi.
-
Gak usah sekolah tinggi, yang penting cepat nikah.
-
Wariskan rumah seadanya, udah cukup.
-
Takut anak lebih sukses dari orang tuanya.
-
Anak harus ikutin jejak hidup saya, jangan mimpi aneh-aneh.
-
Anak nggak boleh berpendapat, itu durhaka.
-
Anak gak perlu belajar teknologi, nanti juga diajar di sekolah.
-
Tidak mengenalkan literasi keuangan pada anak sejak kecil.
-
Tidak percaya pada investasi pendidikan jangka panjang.
-
Lebih suka menikahkan anak cepat daripada kuliah.
-
Menganggap sukses anak itu nasib, bukan proses.
-
Anak gak boleh punya cita-cita yang “terlalu tinggi”.
-
Nggak perlu tabungan pendidikan, toh belum tentu lulus.
-
Cuma sekolah negeri yang bisa bikin anak pintar.
-
Takut anak berubah kalau kuliah di luar kota.
-
Tidak mengenalkan budaya baca sejak dini.
-
Percaya nasib keluarga tidak bisa diubah.
-
Nggak ngerti pentingnya parenting zaman sekarang.
-
Menganggap memarahi anak keras itu tanda cinta.
-
Tidak mau anak jadi lebih pintar dari orang tua.
-
Anak laki-laki harus kerja, perempuan cukup di rumah.
-
Meneruskan kebiasaan hidup boros ke anak.
-
Tidak punya asuransi pendidikan untuk anak.
-
Takut anak kecewa, jadi selalu dibelikan meski tak mampu.
-
Tidak mencontohkan pengelolaan uang kepada anak.
-
Tidak percaya dengan pendidikan informal seperti coding atau seni.
-
Memaksa anak masuk jurusan yang diinginkan orang tua.
-
Menganggap hobi anak buang-buang waktu.
-
Tidak mempercayai pendidikan luar negeri.
-
Menyuruh anak nikah cepat supaya “bebas tanggung jawab”.
-
Tidak mencatat biaya pengeluaran anak.
-
Tidak ikut terlibat dalam pendidikan anak.
-
Selalu membandingkan anak dengan anak orang lain.
-
Percaya bahwa “anak pintar pasti sombong”.
-
Menganggap warisan itu cuma aset fisik, bukan ilmu.
-
Tidak mendengarkan aspirasi anak sejak kecil.
-
Tidak mempercayai anak untuk mengambil keputusan.
-
Takut anak mencoba hal baru.
-
Nggak mau anak belajar bahasa asing karena “budaya barat”.
-
Tidak percaya anak bisa sukses tanpa koneksi.
-
Meremehkan minat anak pada teknologi atau sains.
-
Menganggap main game adalah hal negatif tanpa arahkan.
-
Percaya bahwa hanya guru yang berhak didengar anak.
-
Memaksa anak bekerja di bidang yang menghasilkan cepat.
-
Menganggap kritik anak adalah bentuk perlawanan.
-
Tidak punya rencana jangka panjang untuk pendidikan anak.
-
Percaya bahwa cinta dan doa cukup tanpa perencanaan.
-
Menggunakan anak sebagai sumber penghasilan.
-
Menganggap anak perempuan gak perlu sekolah tinggi.
-
Meremehkan kemampuan anak untuk berwirausaha.
-
Tidak membuka komunikasi dua arah dalam keluarga.
-
Tidak mengajarkan anak tentang tanggung jawab keuangan.
-
Mengabaikan pengembangan karakter dan soft skill anak.
🔴 KATEGORI 13: MINDSET SOSIAL DAN RELASI YANG MERUGIKAN
(241–300)
-
Malu punya teman yang sukses karena minder.
-
Menertawakan teman yang mulai usaha kecil.
-
Menganggap curhat adalah kelemahan.
-
Takut ditinggal circle lama kalau berubah.
-
Gengsi kalau harus berteman dengan orang di bawah level ekonomi.
-
Merasa iri kalau teman sukses, tapi pura-pura ikut senang.
-
Bergosip lebih sering daripada diskusi ide.
-
Merasa relasi itu cuma buat orang kaya.
-
Tidak mau belajar dari orang yang lebih muda.
-
Tidak mau ikut komunitas baru.
-
Takut kelihatan bodoh, jadi tidak mau bertanya.
-
Gengsi kerja di tempat yang kelihatan “rendahan”.
-
Rela berutang demi tampil keren di lingkungan.
-
Takut jadi bahan ejekan kalau berusaha.
-
Tidak menjaga hubungan profesional.
-
Takut membuka diri karena trauma sosial.
-
Tidak punya mentor karena merasa cukup.
-
Selalu menyalahkan orang lain atas kegagalan sendiri.
-
Menghindari orang sukses karena takut dinasehati.
-
Lebih suka lingkungan yang stagnan daripada yang menantang.
🔴 KATEGORI 14: MINDSET POLITIK DAN KETIDAKPERCAYAAN SISTEM
(301–360)
-
Percaya semua politisi jahat, jadi tidak usah peduli negara.
-
Berpikir suara dalam pemilu tidak penting.
-
Tidak mau ikut program bantuan karena "malu" atau curiga.
-
Tidak percaya pajak karena menganggap negara korup.
-
Menolak segala program pemerintah, apapun isinya.
-
Tidak mengurus dokumen legal karena "ribet".
-
Percaya teori konspirasi lebih dari data resmi.
-
Takut daftar NPWP karena takut bayar pajak.
-
Berpikir semua beasiswa sudah diatur.
-
Percaya perubahan cuma ilusi.
-
Menganggap aktivisme itu buang waktu.
-
Tidak percaya sistem hukum bisa adil.
-
Takut bersuara karena takut dilabeli.
-
Tidak mau tahu soal hak dan kewajiban warga negara.
-
Berpikir korupsi tidak bisa diberantas.
-
Menyalahkan sistem terus-menerus tanpa solusi.
-
Tidak mau belajar soal kebijakan publik.
-
Tidak mempercayai institusi pendidikan karena trauma birokrasi.
-
Takut urus izin usaha karena merasa kecil.
-
Tidak sadar kekuatan kolektif dalam demokrasi.
🔴 KATEGORI 15: MINDSET TERHADAP RISIKO DAN GAGAL
(361–420)
-
Sekali gagal, kapok selamanya.
-
Takut malu lebih besar dari semangat coba lagi.
-
Nggak berani mulai karena takut dikritik.
-
Berpikir bahwa aman itu lebih baik daripada sukses.
-
Merasa gagal adalah akhir segalanya.
-
Takut meninggalkan zona nyaman.
-
Menghindari persaingan karena merasa tidak mampu.
-
Percaya bahwa sukses hanya datang sekali.
-
Gagal di masa lalu dijadikan alasan stagnan.
-
Tidak mencari feedback karena takut tersinggung.
-
Menolak evaluasi diri.
-
Lebih suka alasan eksternal daripada introspeksi.
-
Tidak memaafkan diri sendiri.
-
Percaya bahwa keberanian itu bawaan, bukan latihan.
-
Takut kehilangan lebih besar dari semangat bertumbuh.
-
Gagal dianggap sebagai aib.
-
Membandingkan diri dengan orang sukses untuk menyabotase diri sendiri.
-
Tidak tahan proses, hanya mau hasil cepat.
-
Menganggap perjuangan tak berarti jika tidak viral.
-
Tidak tahu bahwa gagal itu bagian dari belajar.
🔴 KATEGORI 16: MINDSET KONSUMERISME BERLEBIHAN
(421–480)
-
Belanja adalah pelarian dari stres.
-
Tidak bisa menahan diri untuk “check out” belanja online.
-
Merasa wajib punya barang terbaru.
-
Berpikir lifestyle adalah status.
-
Terjebak tren tanpa perhitungan.
-
Belanja untuk menyenangkan orang lain.
-
Tidak membedakan kebutuhan vs keinginan.
-
Suka barang branded walau utang.
-
Tidak menyusun anggaran belanja bulanan.
-
Gaji naik, gaya hidup ikut naik.
-
Menganggap diskon adalah peluang, bukan jebakan.
-
Sering pakai “biar gak ketinggalan zaman” sebagai alasan.
-
Beli barang demi validasi sosial.
-
Malas menunda kesenangan.
-
Tidak percaya konsep minimalisme.
-
Takut dibilang pelit kalau hidup sederhana.
-
Lebih bangga punya HP mahal daripada tabungan.
-
Membeli demi status, bukan fungsi.
-
Makan di luar terus padahal bisa masak hemat.
-
Tidak mengevaluasi pengeluaran bulanan.
🔴 KATEGORI 17: MINDSET TENTANG DIRI SENDIRI (IDENTITAS & VALUE)
(481–540)
-
Saya memang ditakdirkan miskin.
-
Saya tidak sepintar orang lain.
-
Saya terlalu tua untuk berubah.
-
Saya nggak pantas sukses.
-
Saya cuma orang biasa.
-
Saya gak cukup pintar untuk mulai usaha.
-
Saya nggak bisa bahasa Inggris, jadi nggak bisa bersaing.
-
Saya gak cocok untuk dunia digital.
-
Saya gak punya modal apa-apa.
-
Saya selalu sial.
-
Saya nggak bisa hidup seperti mereka.
-
Saya terlalu banyak kekurangan.
-
Saya gak punya waktu untuk belajar.
-
Saya gak akan pernah bisa kaya.
-
Saya nggak punya relasi, jadi mustahil sukses.
-
Saya gagal sekali, berarti saya gagal selamanya.
-
Saya tidak berbakat.
-
Saya tidak berhak punya kehidupan yang lebih baik.
-
Saya cuma bisa pasrah.
-
Saya bukan siapa-siapa.
🔴 KATEGORI 18: MINDSET TENTANG WAKTU DAN PRODUKTIVITAS
(501–560)
-
Waktu luang diisi tidur atau rebahan saja.
-
Tidak punya jadwal harian.
-
Bangun siang dianggap hal biasa.
-
Nggak peduli berapa jam habis buat scroll medsos.
-
Nggak menyusun prioritas harian.
-
“Nanti aja, masih banyak waktu.”
-
Tidak menghargai waktu orang lain.
-
Mengabaikan pentingnya kebiasaan pagi.
-
Tidak tahu konsep time blocking.
-
Tidak mengejar efisiensi kerja.
-
Tidak punya to-do list.
-
Tidak mengenal pentingnya istirahat produktif.
-
Menganggap “sibuk” = produktif.
-
Tidak tahu mana yang penting vs mendesak.
-
Tidak melacak kemajuan harian.
-
Waktu weekend selalu dihabiskan foya-foya.
-
Tidak pernah merenung atau evaluasi mingguan.
-
Gagal memanfaatkan waktu perjalanan untuk belajar.
-
Malas ikut pelatihan karena weekend = santai.
-
Tidak punya target bulanan/tahunan.
🔴 KATEGORI 19: MINDSET TERHADAP BELAJAR DAN PENGEMBANGAN DIRI
(561–620)
-
Belajar itu cuma untuk anak sekolah.
-
Belajar skill baru dianggap buang-buang waktu.
-
Tidak suka membaca buku.
-
Tidak menyukai tantangan belajar.
-
Malas ikut pelatihan meskipun gratis.
-
Merasa cukup dengan ilmu sekarang.
-
Tidak tahu belajar mandiri itu mungkin.
-
Tidak suka nulis atau dokumentasi belajar.
-
Merasa tidak bisa belajar karena usia.
-
Tidak percaya belajar bisa ubah hidup.
-
Selalu bilang “aku gaptek”.
-
Tidak belajar dari kesalahan.
-
Tidak mencatat pelajaran hidup.
-
Malas baca artikel atau referensi baru.
-
Takut mencoba hal baru karena belum pernah.
-
Meremehkan orang yang rajin belajar.
-
Nggak suka belajar dari YouTube/podcast.
-
Tidak cari mentor atau role model.
-
Tidak ikut komunitas belajar.
-
Menghindari belajar karena takut terlihat bodoh.
🔴 KATEGORI 20: MINDSET FINANSIAL TOXIC (BERULANG-ULANG)
(621–680)
-
Hidup dari gaji ke gaji.
-
Gaji langsung habis di awal bulan.
-
Tidak punya anggaran.
-
Tidak tahu ke mana larinya uang tiap bulan.
-
Tidak membedakan pengeluaran tetap dan variabel.
-
Tidak punya dana darurat.
-
Gak ngerti konsep arus kas masuk dan keluar.
-
Gaji naik, gaya hidup naik.
-
Tidak pernah mencatat keuangan pribadi.
-
Tidak punya rekening khusus tabungan.
-
Suka transfer uang tanpa alasan jelas.
-
Tidak menabung secara otomatis.
-
Menyimpan uang di dompet terus.
-
Tidak membagi uang ke dalam pos.
-
Semua ditaruh di satu rekening.
-
Tidak tahu rasio sehat keuangan.
-
Tidak tahu pentingnya asuransi.
-
Tidak menyiapkan masa pensiun.
-
Gagal membedakan produktif dan konsumtif.
-
Menganggap tabungan kecil tidak penting.
🔴 KATEGORI 21: MINDSET TERHADAP USAHA DAN BISNIS
(681–740)
-
Takut rugi, jadi tidak pernah mulai usaha.
-
Berpikir butuh modal besar untuk mulai.
-
Takut jualan karena malu.
-
Berpikir bisnis itu cuma buat orang kaya.
-
Tidak percaya diri dengan produk sendiri.
-
Tidak pernah riset pasar.
-
Tidak percaya dengan digital marketing.
-
Tidak tahu pentingnya branding.
-
Tidak mengerti margin dan profit.
-
Tidak mencatat keuangan bisnis.
-
Tidak pernah evaluasi usaha.
-
Tidak membangun customer loyalty.
-
Takut ekspansi karena takut gagal.
-
Gagal satu kali langsung menyerah.
-
Tidak konsisten.
-
Tidak belajar dari kompetitor.
-
Menjual apa saja tanpa strategi.
-
Gagal memanfaatkan media sosial.
-
Tidak sabar dalam proses usaha.
-
Ingin hasil cepat dari bisnis baru.
🔴 KATEGORI 22: MINDSET HUBUNGAN DENGAN TEKNOLOGI DAN AI MODERN
(741–800)
-
AI itu untuk orang jenius.
-
Takut teknologi menggantikan manusia.
-
Tidak coba pakai tools AI gratis.
-
Tidak belajar skill masa depan.
-
Tidak ikut kelas online AI karena takut pusing.
-
Merasa teknologi terlalu cepat untuk dipahami.
-
Tidak upgrade laptop/gadget karena "gak penting".
-
Meremehkan teknologi baru.
-
Nggak mau explore tools seperti ChatGPT, Canva, Notion, dll.
-
Tidak sadar pentingnya keterampilan AI dalam kerja modern.
-
Tidak tahu cara buat portofolio digital.
-
Tidak ikut challenge coding/data.
-
Tidak aktif di platform komunitas teknologi.
-
Merasa terlambat ikut teknologi.
-
Menghindari tantangan digital transformation.
-
Tidak percaya bisa menghasilkan lewat AI tools.
-
Takut beradaptasi karena takut gagal.
-
Menolak belajar software meski relevan dengan pekerjaan.
-
Menyuruh anak “jangan main komputer terus”.
-
Tidak tahu pentingnya cybersecurity.
🔴 KATEGORI 23: MINDSET HUBUNGAN DENGAN DIRI SENDIRI (PSIKOLOGIS)
(801–860)
-
Mengkritik diri sendiri secara berlebihan.
-
Tidak menghargai proses pribadi.
-
Malas mencintai diri sendiri.
-
Tidak memaafkan kesalahan masa lalu.
-
Malu mengakui kebutuhan untuk berkembang.
-
Takut terlihat bodoh saat belajar hal baru.
-
Tidak percaya bahwa diri punya potensi.
-
Membandingkan diri terus-menerus.
-
Tidak punya kebiasaan menulis jurnal.
-
Meremehkan hal kecil yang sudah dilakukan.
-
Takut sukses karena tanggung jawab.
-
Tidak berani berbicara di depan umum.
-
Takut dikenal karena takut gagal dilihat banyak orang.
-
Tidak punya “me time” produktif.
-
Terjebak di rutinitas yang melelahkan tapi tidak berkembang.
-
Menghindari introspeksi.
-
Tidak percaya diri karena trauma masa lalu.
-
Tidak bisa bilang “tidak”.
-
Sering menyabotase peluang sendiri.
-
Meremehkan kelebihan diri.
🔴 KATEGORI 24: MINDSET TERHADAP KEMERDEKAAN FINANSIAL
(861–920)
-
Kaya itu cuma buat artis/politisi.
-
Gaji UMR gak bisa merdeka finansial.
-
Merdeka finansial itu mitos.
-
Tidak tahu apa itu passive income.
-
Tidak punya strategi pensiun.
-
Tidak punya aset produktif.
-
Menabung tanpa tujuan.
-
Tidak tahu kapan akan berhenti kerja.
-
Tidak membuat sistem keuangan keluarga.
-
Tidak tahu konsep compound interest.
-
Tidak paham konsep “uang kerja untuk kamu”.
-
Hanya bergantung pada satu sumber penghasilan.
-
Tidak mencoba side hustle.
-
Takut membuat penghasilan pasif.
-
Tidak membuat laporan keuangan bulanan.
-
Tidak mengatur pajak pribadi.
-
Tidak tahu nilai waktu uang (time value of money).
-
Gagal mengukur kekayaan bersih.
-
Mengira kaya = punya mobil dan rumah saja.
-
Meremehkan kekuatan investasi jangka panjang.
🔴 KATEGORI 25: MINDSET TERHADAP PELUANG GLOBAL DAN SKALA DUNIA
(921–980)
-
Tidak tahu bisa kerja remote untuk luar negeri.
-
Tidak pernah mencoba platform freelance global.
-
Meremehkan kemampuan berbahasa asing.
-
Tidak tahu pentingnya TOEFL/IELTS.
-
Takut bersaing di pasar global.
-
Tidak pernah berpikir untuk menjual ke luar negeri.
-
Tidak riset negara lain untuk peluang bisnis.
-
Tidak percaya bisa go internasional.
-
Tidak tahu pentingnya portofolio internasional.
-
Tidak pernah daftar beasiswa luar negeri.
-
Tidak mencoba networking internasional.
-
Tidak tahu cara ikut proyek luar negeri.
-
Tidak pernah ikut event internasional (webinar, bootcamp, hackathon).
-
Tidak tahu pentingnya branding global.
-
Takut kerja di luar negeri karena stereotip.
-
Tidak pernah bikin CV bahasa Inggris.
-
Meremehkan peluang digital nomad.
-
Tidak mengikuti tren dunia.
-
Tidak berani cari mentor global.
-
Tidak tahu tentang internet economy dan digital export.
🔴 KATEGORI 26: MINDSET YANG TERLALU PASIF, MENUNGGU, DAN TAKUT TINDAKAN
(981–1000)
-
Saya tunggu aja kesempatan datang.
-
Nunggu “momentum tepat” tanpa aksi.
-
Hobi menunda.
-
Lebih suka berpikir daripada bertindak.
-
Merasa harus tahu semuanya sebelum mulai.
-
Terjebak overthinking.
-
Takut memulai karena takut tidak sempurna.
-
Menunda mimpi karena sibuk hal kecil.
-
Berharap ada orang lain yang mengubah hidupnya.
-
Menghindari keputusan sulit.
-
Tidak mulai menulis ide yang dipikirkan.
-
Tidak menyusun rencana, hanya berharap.
-
Takut gagal lebih besar daripada semangat maju.
-
Menggantungkan diri pada bantuan orang lain.
-
Tidak tahu kekuatan langkah kecil.
-
Selalu menunggu waktu terbaik.
-
Takut berbuat salah jadi diam.
-
Takut mencoba sesuatu sendirian.
-
Lebih suka nyaman dalam stagnasi.
-
Selalu tanya “gimana kalau gagal?” tapi gak pernah tanya “gimana kalau sukses?”
Comments
Post a Comment
Silahkan masukkan komentar anda