Perang Iran-Israel Terbaru, 5 Aset Ini Paling Terdampak — Termasuk Bitcoin dan Emas
Dampak Konflik Terhadap Pasar Finansial Global
Konflik terbaru Israel–Iran (eskalasi sejak Juni 2025) memicu reaksi pasar jangka pendek yang khas: risiko geopolitik mendorong aliran ke aset aman (“safe haven”) dan menjatuhkan aset berisiko. Indeks saham AS sempat terpukul saat awal serangan: pada 13 Juni 2025 Dow Jones turun 1,8%, S&P 500 turun 1,1%, dan Nasdaq turun 1,3%. Pada sesi berikutnya penguatan spekulatif muncul (setelah laporan diplomasi Iran), sehingga indeks AS justru rebound sekitar +1% pada 17 Juni. Analis memperingatkan ketidakpastian masih tinggi. Terry Sandven (U.S. Bank) menyebut “visibility is not great, uncertainty is high”. RBC Capital Markets menilai S&P 500 bisa anjlok hingga 20% jika konflik berlangsung lebih luas. Namun, Tom Essaye (The Sevens Report) memperkirakan sejauh ini “as long as the conflict stays limited between Israel and Iran, it’s unlikely to materially impact the markets”. Secara sektoral, saham energi dan pertahanan terapresiasi (mahal) sementara sektor lain melemah.
Obligasi Pemerintah AS mendapat dukungan safe haven. Imbal hasil (yield) obligasi 10-tahun turun ke level terendah bulanan sekitar 4,31% (karena harga obligasi naik). Reuters mencatat “U.S. Treasury yields fell as concerns over the war in Iran boosted safe haven demand for the debt”. Penawaran pasar juga menunjukkan minat tinggi: misalnya lelang obligasi 20-tahun pada 17 Juni terjual dengan yield 4,942% yang “matching the yield around the sale deadline”. Secara singkat, perang membuat investor berlomba ke dolar AS, obligasi, dan emas.
Mata uang kripto (Bitcoin, altcoin) justru bereaksi seperti aset berisiko (risk-on). Bitcoin merosot sekitar 5% sejak awal konflik (dari ~$109k per 12 Juni ke ~$103k pada 17 Juni), mengikuti kecenderungan turun di pasar saham. Sebagaimana dilaporkan, “during the flare-up in the Middle East, Bitcoin fell from $109,000 on June 12 to $103,700 on June 17 — wiping out nearly 5% in value”. Altcoin juga jatuh; CoinDesk melaporkan XRP, ADA, SOL turun >1% saat kekhawatiran memburuk. Namun ada sinyal investasi jangka panjang: inflow dana ke ETF Bitcoin mencapai ~$389 juta pada 17 Juni, menunjukkan sebagian investor kripto mencari tempat berlindung. Secara keseluruhan, para analis menilai Bitcoin belum sepenuhnya berperan sebagai safe haven; seperti dikatakan Devika Mittal (Ava Labs), Bitcoin kini “becoming a globally accessible store of value” namun tetap “volatility remains higher than gold”.
Grafik: Pergerakan harga emas (USD/ons troy) sejak akhir Mei hingga pertengahan Juni 2025, menunjukkan lonjakan tajam seiring ketegangan Israel–Iran (sumber: Reuters). Pada periode awal konflik, harga emas melonjak ke level rekor ~$3.426/oz. Pada 13 Juni, harga emas menguat ~1,5% ke level $3.434/oz. Investor juga mengalihkan modal ke logam mulia lainnya: perak (silver) naik ~2% ke puncak 13 tahun ($37,05/oz), platinum naik ~1,5% ke $1.264, dan palladium naik ~1,7% ke $1.047. Sebagaimana diungkap Jim Wycoff (Kitco Metals), “geopolitical uncertainty... is going to keep a floor under the market for safe-haven bidding”, menandakan emas mendapat dukungan kuat dari keresahan geopolitik. Meskipun pada 16 Juni emas koreksi laba-sebagian (-1%) setelah reli hebat, para analis melihat koreksi ini normal profit-taking. Pada akhirnya pola reaksi pasar terhadap logam mulia tetap konsisten dengan reputasinya: logam mulia menguat, terangkat oleh safe-haven demand bahkan saat pemerintah menahan suku bunga rendah.
Perbandingan Performa Aset Selama Konflik
Kelas Aset | Perubahan (13–17 Jun 2025) | Sumber |
---|---|---|
S&P 500 | Turun ~0,8% → Naik ~1,0% | Reuters |
Nasdaq Composite | Turun ~0,9% → Naik ~1,1% | Reuters |
Obligasi AS 10T | Yield turun ke ~4,31% (rendah) | Guardian/Reuters |
Emas (USD/oz) | Naik ~1–2% (menjejak rekornya) | Reuters/Guardian |
Bitcoin (USD) | Turun ~5% (dari $109k ke ~$103k) | Economic Times |
Tabel di atas merangkum perubahan mendadak dalam lima hari awal eskalasi konflik. Indeks saham AS jatuh beberapa persen pada hari pertama perang lalu pulih sebagian; imbal hasil obligasi melemah (harga obligasi naik) karena safe-haven demand; emas mencapai level tertinggi baru; sedangkan Bitcoin melemah sebagai aset berisiko.
Pola Historis dan Konsistensi Reaksi Pasar
Reaksi pasar kali ini sejatinya konsisten dengan pola pada krisis geopolitik sebelumnya. Misalnya, saat AS menewaskan Jenderal Soleimani (Januari 2020), harga emas melonjak tajam menuju rekor tujuh tahun sementara indeks saham mundur. Reuters melaporkan “gold surged past $1,600… gold was also supported by a dip in equities”. Begitu pula saat terakhir Israel mengebom Iran, minyak dan emas melonjak, sedangkan indeks naik. Hal ini tercermin saat ini: emas dan safe-haven lain naik, stok baterei (senjata) berharga (saham pertahanan, energi) naik, sementara mayoritas saham global melemah.
Walau pola dasarnya sama, catatan analis menekankan konteks kali ini ada faktor unik (misalnya tarif dagang AS). Chris Larkin (MS @ E*Trade) mengingatkan “tariffs aren’t the only potential source of market volatility… markets expect situation in Middle East will remain contained, but any surprises could have an oversized impact on sentiment.”. Analis JP Morgan Andrew Tyler pun menegaskan sentimen bullish jangka panjang tetap ada, tetapi “advised caution until there is more clarity” tentang konflik. Kesimpulannya, pola reaksi meliputi aliran ke emas/dolar/obligasi dan tonton anti-risk sell-off di saham, konsisten dengan sejarah kecuali eskalasi konflik dikendalikan.
Kutipan Analis Keuangan
Para analis institusional menggarisbawahi dinamika ini. James Rossiter (TD Securities) menggambarkan “flight-to-safety event” di mana kenaikan harga minyak justru menambah tekanan inflasi yang menuntut Fed lebih hawkish, sekaligus menyebabkan yield obligasi turun. Jessica Amir (Moomoo) memperkirakan sektor defensif akan terus menguat: “Stocks are up 30% globally… what’s going to continue to soar higher is, obviously, the defensive sectors (utilities, energy, defence) themselves.”. Charu Chanana (Saxo) menyoroti sentimen pasar yang rapuh: “The geopolitical escalation adds another layer of uncertainty to already fragile sentiment,”. Chris Larkin (E*Trade) mengingatkan pasar hanya berharap konflik tetap terbatas: “markets are signaling they expect the situation in the Middle East will remain contained, but any surprises could have an oversized impact on sentiment.”.
Dari institusi besar, laporan JPMorgan dan Goldman Sachs menunjukkan kehati-hatian. JPMorgan memperingatkan penguatan dolar dan obligasi sementara menyebut pullback sebagai “buying opportunities” jangka panjang (dengan asumsi masalah tarif terselesaikan). Goldman Sachs menilai premi risiko minyak saat ini sekitar $10/barel dan Brent bisa naik ke $90 jika konflik melebar. Rupanya konsensusnya adalah: efek negatif potensial besar namun skenario terburuk dianggap kurang mungkin.
Secara keseluruhan, dampak konflik Iran–Israel di awal telah mendorong rebound safe-haven (emas, obligasi, dolar AS) dan mengendurkan momentum risiko (saham, kripto) pada hari-hari terpanas konflik. Pola ini sejajar dengan data historis dan analisis pakar: aset defensif naik saat ketidakpastian naik, sementara aset berisiko tertahan.
Sumber:
Analisis di atas bersumber pada laporan media dan riset keuangan terkini (Reuters, Bloomberg, Reuters di NDTV, CoinDesk, Economic Times, dll) yang menyoroti pergerakan pasar sejak awal eskalasi konflik. Semua data pergerakan dan kutipan analis diambil dari sumber tersebut. Grafik harga emas diambil dari Reuters dan menunjukkan respons pasar pada periode konflik.
Comments
Post a Comment
Silahkan masukkan komentar anda